Bahasa Maori

Māori
Te Reo Māori
Dituturkan diSelandia Baru
WilayahPolinesia
Jumlah penutur100.000–160.000 (diperkirakan)  (tidak ada tanggal)
Rumpun bahasa
Bahasa Austronesia

 Melayu-Polinesia
  M.-P. Timur-Tengah
   Oseanik
    Oseanik Timur-Tengah
     Oseanik Terpencil
      P asifik Tengah
      & nbsp;Polinesia-Fiji Timur
      & nbsp; Polinesia
      & nbsp;  Timur
      & nbsp;   Tengah

      & nbsp;    Tahitik
Status resmi
Bahasa resmi diSelandia Baru
Diregulasi olehMāori Language Commission
Kode-kode bahasa
ISO 639-1mi
ISO 639-2mao/mri
ISO 639-3

Bahasa Māori (atau Bahasa Maori, dalam bahasa ini sendiri: Te Reo Māori) adalah bahasa yang digunakan oleh bangsa Maori, suku asli di Selandia Baru (dalam bahasa Māori sering dinamai Aotearoa). Sebagai bagian subrumpun Oseanik dari rumpun bahasa Austronesia, bahasa ini memiliki hubungan erat dengan bahasa Rarotonga (Kepulauan Cook) dan Tahiti, hubungan sedikit lebih jauh dengan bahasa Hawaii, dan lebih jauh lagi dengan bahasa Samoa dan Tonga.

Sejarah

Sejak datangnya bangsa Māori ke Selandia Baru hingga sebelum masa kolonialisasi oleh Kerajaan Inggris, bahasa Māori adalah bahasa yang dominan di wilayah tersebut. Mulai tahun 1860-an, bahasa Māori mulai terdesak oleh bahasa Inggris yang dibawa oleh para pemukim dari Inggris, yang mencakup misionaris, pencari emas dan pedagang. Di akhir abad ke-19, sistem pendidikan Inggris mulai diperkenalkan bagi seluruh penduduk Selandia Baru, dan dari tahun 1880-an penggunaan bahasa Māori di sekolah dilarang. Semakin banyak orang Māori yang belajar bahasa Inggris karena keharusan dan karena prestise dan kesempatan yang didapatkan dari kemampuan berbahasa Inggris. Namun demikian, sampai masa Perang Dunia II, banyak orang Māori masih menggunakan bahasa Māori sebagai bahasa ibu. Pada zaman itu, Bahasa Māori digunakan saat beribadah di gereja, di rumah, untuk pertemuan-pertemuan politik dan banyak koran diterbitkan dalam bahasa ini.

Bahkan hingga tahun 1930an, anggota parlemen dari kalangan Māori dirugikan karena hingga zaman itu, semua pertemuan di parlemen Selandia Baru hanya menggunakan bahasa Inggris. Dalam periode ini, jumlah pembicara bahasa Māori menurun drastis hingga pada tahun 1980an, kurang dari 20% dari orang Māori bisa berbahasa Māori dengan cukup baik seperti layaknya sebagai bahasa ibu. Bahkan dari jumlah tersebut, banyak yang tidak menggunakan bahasa Māori di rumahnya lagi.

Mulai tahun 1980an, para pemimpin bangsa Māori mulai menyadari bahaya hilangnya bahasa mereka, yang dapat berakibat buruk pada identitas budaya bangsa Māori. Kebudayaan Māori yang mulai pupus dicoba diangkat melalui program-program yang salah satu bagian utamanya adalah program penghidupan kembali bahasa Māori. Program-program tersebut antara lain gerakan Kōhanga Reo yang mengajarkan bahasa Māori sejak dini hingga usia sekolah. Program ini kemudian diikuti dengan pendirian Kura Kaupapa, sekolah dasar dalam bahasa Māori.

Klasifikasi

The major subgroups of East Polynesian

Bahasa Māori termasuk rumpun bahasa Polinesia. Ahli bahasa mengklasifikasikan bahasa ini ke dalam golongan bahasa Polinesia Timur, subgroup bahasa-bahasa Tahiti, yang mencakup bahasa Rarotonga yang digunakan di Kepulauan Cook, bahasa Tahiti yang digunakan di Tahiti. Bahasa ini juga berhubungan erat dengan bahasa Hawaii dan bahasa Rapa Nui yang digunakan di Pulau Paskah. Walaupun bahasa-bahasa Polinesia ini berhubungan erat, bahasa-bahasa tersebut bukan sekedar dialek dari satu bahasa yang sama, melainkan benar-benar bahasa yang berbeda. Bahasa-bahasa tersebut sudah terpisah dan berkembang sendiri-sendiri selama berabad-abad, sehingga kecil kemungkinan pembicara satu bahasa Polinesia dapat mengerti bahasa Polinesia lainnya. Namun demikian, sejarah mencatat bahwa dalam perjalanannya ke Selandia Baru di akhir abad ke-18, Kapten James Cook dapat berkomunikasi secara efektif dengan bangsa Māori menggunakan penerjemah orang Tahiti.

Distribusi geografis

Pada dasarnya, Bahasa Māori hanya digunakan di Selandia Baru. Penggunanya mencapai 100.000 orang, hampir semuanya keturunan Māori. Perkiraan jumlah pembicaranya bervariasi: sensus penduduk tahun 1996 mencatat ada 160.000 orang, sementara perkiraan lain menyebutkan jumlah yang lebih rendah hingga hanya 50.000. Tingkat kemahiran orang-orang yang mengaku bisa berbahasa Māori tidak diketahui. Orang yang hanya bisa berbahasa Māori kemungkinan hanya sedikit sekali jumlahnya, berkisar belasan orang. Tetapi, cukup banyak orang yang belajar bahasa Māori lebih dahulu sebelum bahasa Inggris, karena bahasa Māori bertahan sebagai bahasa komunitas di beberapa pemukiman terpencil di daerah Northland, Uruwera dan East Cape. Bahasa Māori dapat dikatakan berhenti menjadi bahasa yang hidup di masyarakat sejak zaman pasca perang, ketika terjadi urbanisasi besar-besaran populasi Māori ke kota-kota.

Struktur

Bunyi

Vokal

FrontCentralBack
Closei
i ī
 u
u ū
Close-Mide
e ē
o
o ō
Open a
a ā
 

Bagi orang awam: bahasa Māori memiliki lima vokal pendek seperti pada bahasa Indonesia (a, e, i, o, u) dengan "e" teleng seperti pada kata "bebek" (bukan "e" pepet seperti pada "ketam"). Selain itu, bahasa Māori memiliki lima vokal panjang seperti pada bahasa Italia dan Jepang. Bunyi vokal panjang ini pada masa kini umumnya dilambangkan dengan macron di atas vokal yang dipanjangkan (contoh: "a" menjadi "ā"). Semua vokal dapat digunakan berpasangan kecuali "uo". Bunyi vokal bahasa Māori umumnya relatif sulit bagi pembicara bahasa Inggris namun bagi pembicara bahasa Indonesia/Melayu, kesulitan yang berarti mungkin hanya membedakan antara vokal pendek dan panjang.

Konsonan

BilabialAlveolarVelarGlottal
Plosivep
p
t
t
k
k
 
Fricativeɸ
wh
  h
h
Nasalm
m
n
n
ŋ
ng
 
Tap ɾ
r
  
Semivowelw
w
   

Umumnya, pelafalan konsonan dalam bahasa Māori mirip dengan bahasa Indonesia/Melayu, termasuk dalam pelafalan konsonan <ng>. Konsonan <wh> diucapkan secara bervariasi, namun umumnya dilafalkan seperti bunyi "f" atau "h" yang lemah, dengan posisi bibir atas dan bawah saling bertemu (bilabial). Di masa kini, banyak juga yang mengucapkannya persis seperti huruf "f" saja (labiodental).

Suku kata

Suku kata dalam bahasa Māori memiliki bentuk V, VV, KV atau KVV. Dua bunyi konsonan tidak didapati berturutan (ng dan wh adalah masing-masing satu bunyi konsonan), dan tidak ada suku kata yang berakhir dengan konsonan. (Aturan ini diterapkan pada transliterasi nama-nama dari bahasa asing, seperti Perehipeteriana "Presbiterian". Semua kombinasi KV digunakan kecuali who, wo, wu dan whu yang hanya muncul pada beberapa kata serapan dari bahasa Inggris seperti wuru "wol" dan whutoporo "sepak bola" (dari kata football).

Kosakata bahasa Māori relatif terbatas; hampir semua kata-kata pendek (1-4 huruf) yang mungkin dibuat sudah memiliki arti, sehingga pengucapan yang jelas sangat penting.

Dialek

Dialek dalam bahasa Māori tidak menghalangi kemampuan untuk saling mengerti pembicaraan masing-masing pengguna dialek. Ada variasi regional dalam pelafalan dan aksen, namun pada dasarnya bahasa Māori adalah satu bahasa yang sama di seluruh negeri.

Perbedaan pelafalan yang utama adalah:

  • suku-suku (iwi) di Wanganui dan Taranaki tidak menggunakan huruf h atau menggantinya dengan bunyi hamzah/glottal stop; mereka juga mengganti bunyi wh dengan w saja
  • suku Tuhoe dan sebagian orang di daerah Eastern Bay of Plenty mengucapkan ng sebagai n
  • di sebagian daerah ujung utara P. Utara, lafal wh lebih bilabial daripada di daerah lain
  • di daerah selatan P. Selatan, digunakan varian bahasa Māori dialek Kāi Tahu

Sistem tulisan

Tidak ada sistem tulisan asli bahasa Māori. Para misionarislah yang pertama kali mencoba menuliskan bahasa ini menggunakan alphabet Latin sejaka 1814. Pada tahun 1820, Profesor Samual Lee dari Universitas Cambridge bekerjasama dengan seorang kepala suku bernama Hongi Hika dan saudara mudanya Waikato untuk membuat sistem tulisan Māori secara sistematis. Usaha mereka menggunakan ejaan fonetis berhasil dengan sukses, dan bahasa tulis Māori tidak banyak berubah sejak saat itu. Perubahan kecil yang dibuat kemudian hanyalah pembedaan tulisan untuk bunyi w dan wh serta penambahan macron di akhir abad ke-19, walaupun penggunaan macron secara umum baru mulai terbiasakan pada abad ke-20. Melek huruf menjadi konsep baru yang menarik yang disambut gembira oleh bangsa Māori. Para misionaris melaporkan bahwa pada tahun 1820-an, orang Māori di seantero negeri saling mengajarkan baca tulis satu sama lain, menggunakan peralatan seadanya seperti daun dan arang, pahatan kayu, dan kulit binatang, bila kertas tidak tersedia.

Status resmi

Bahasa Māori memiliki status bahasa resmi (bersama dengan bahasa Inggris) di Selandia Baru. Kebanyakan lembaga pemerintahan dan departemen kini memiliki nama dalam bahasa Māori juga, seperti Te Tari Taiwhenua "Departemen Dalam Negeri", Te Papa Atawhai "Departemen Lingkungan Hidup (Konservasi)". Kantor pemerintah lokal dan perpustakaan umum memasang tanda-tanda dalam dua bahasa. Kantor Pos juga mengenali nama tempat dalam bahasa Māori sebagai alamat surat. Pendanaan dari negara untuk pengajaran bahasa Māori memastikan bahwa bahasa ini dapat dipelajari sebagai mata pelajaran pilihan di semua sekolah negeri dan sejak bulan Maret 2004, sebuah program TV Māori yang beberapa siarannya menggunakan bahasa Māori mulai mendapatkan dana dari pemerintah. Di masa kini, orang menganggap bahwa pelestarian bahasa adalah tanggung jawab pemerintah, sebagai bagian dari interpretasi atas Perjanjian Waitangi. Masih terlalu dini untuk menilai apakah usaha-usaha menghidupkan kembali bahasa ini sudah berhasil.

Pekan Bahasa Māori

Hari Bahasa Māori adalah sebuah program inisiatif dari kelompok aktivis Ngā Tamatoa pada tahun 1970an. Gerakan ini kemudian berkembang menjadi Pekan Bahasa Māori yang kini diperingati setiap tahun di minggu terakhir bulan Juli.

Referensi

  • Biggs, Bruce (1994). Does Maori have a closest relative? In Sutton (Ed.)(1994), pp. 96–-105.
  • Biggs, Bruce (1998). Let's Learn Maori. Auckland: Auckland University Press.
  • Clark, Ross (1994). Moriori and Maori: The Linguistic Evidence. In Sutton (Ed.)(1994), pp. 123–-135.
  • Harlow, Ray (1994). Maori Dialectology and the Settlement of New Zealand. In Sutton (Ed.)(1994), pp. 106–-122.
  • Sutton, Douglas G. (Ed.) (1994), The Origins of the First New Zealanders. Auckland: Auckland University Press.

Pranala luar



Sumber :
wiki.kurikulum.org, id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), dsb.