Ambang batas parlemen

Ambang batas parlemen (bahasa Inggris: parliamentary threshold) adalah ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan ini pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009.

Alasan

Pendukung aturan ambang batas parlemen berpendapat bahwa adanya batas minimal mencegah kelompok-kelompok kecil dan radikal di parlemen. Hal ini dianggap baik karena akan menyederhanakan parlemen, serta membantu terbentuknya pemerintahan dan parlemen yang stabil. Para kritik sistem ini berpendapat bahwa sistem ini cenderung meniadakan wakil rakyat untuk para pendukung partai kecil.[1]

Pemilihan umum 2009

Berdasarkan Pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional dan hanya diterapkan dalam penentuan perolehan kursi DPR dan tidak berlaku untuk DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota. Ketentuan ini diterapkan pada Pemilu 2009.

Pemilihan umum 2014

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5% dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD.[2] Setelah digugat oleh 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi kemudian menetapkan ambang batas 3,5% tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan untuk DPRD.[3][4] Ketentuan ini direncanakan akan diterapkan sejak Pemilu 2014.

Referensi



Sumber :
wiki.kpt.co.id, id.wikipedia.org, buku.us, dsb.