Badarul Alam dari Banjar

Masa kekuasaan1730-1734
Dinobatkan1730
Anak

1. ♂Sultan Muhammadillah
2. ♂ Gusti Wiramanggala

3. ♂ Pangeran Tachmit
WangsaDinasti Banjarmasin
AyahSultan Tahmidullah I
AgamaIslam Sunni


Sulthan Koening/Badarul Alam/Hamidullah/Ilhamid Illah bin Sulthan Tahhmid Illah I/Panembahan Kuning/Panembahan Tingie bin Sulthan Tahlil-lillah/Amir Allah Bagus Kusuma adalah Sultan Banjar yang memerintah tahun 1730-1734.[1][2][3][4][5]

Abad ke-18 di Kesultanan Banjar dimulai dengan masa pemerintahan Sultan Hamidullah yang bergelar Sultan Kuning (1700-1734). Pemerintahan pada masa Sultan tersebut dikenal dengan pemerintahan yang paling stabil, tidak ada pertentangan dan perebutan kekuasaan, tidak ada campur tangan bangsa asing baik politik maupun ekonomi, sehingga boleh dikatakan kesultanan Banjarmasin mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan ini. Rupanya, kepemimpinan Sultan Kuning yang cukup bijaksana, dan “kepekaannya” terhadap segala situasi yang dihadapinya, menyebabkan lawan-lawan politiknya tidak berani dan segan melakukan makar-makar yang merusak jalannya stabilitas pemerintah. Karena situasi ini telah mulai diciptakan oleh Amirullah Bagus Kesuma, ayah Sultan Kuning. Kemangkatan Sultan Hamidullah tahun 1734, merupakan pertanda awan mendung di kesultanan Banjarmasin. Kembali muncul penyakit lama, pertentangan kepentingan perebutan kekuasaan mulai terjadi lagi. Apalagi putra mahkotanya belum dewasa pada saat Sultan mangkat. Sesuai dengan tradisi, maka wali dipegang oleh pamannya atau adik Sultan Kuning yaitu pangeran Tamjidillah, sehingga kelak jika putra mahkota telah dewasa, barulah tahta kerajaan akan diserahkan. Pangeran Tamjidillah sebagai wali sultan mempunyai siasat yang lebih jauh, yaitu berkeinginan menjadikan hak kekuasaan politk berada dalam tangannya dan keturunannya. Untuk itu, Pangeran Mohammad Aliuddin Aminullah yang telah dewasa menjadi menantunya. Dengan perkawinan tersebut, putra mahkota tentunya tidak sampai hati meminta bahkan merebut kekuasaan dari mertuanya, yang berarti sama dengan ayahnya sendiri. Kenyataan memang demikian, sehingga putra mahkota tidak begitu bernafsu, untuk meminta kembali hak atas tahta kesultanan Banjarmasin. Oleh sebab itu, Pangeran Tamjidillah berhasil berkuasa selama 25 tahun dan mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan gelar Sultan Sepuh (1734-1759). Tetapi bagaimanapun juga Pangeran Mohammad Aliuddin Aminullah ingin mengambil kembali hak atas tahta kerajaan sebagai ahli waris yang sah dari Sultan Kuning. Usahanya meminta bantuan VOC merebut tahta dari pamannya, sekaligus juga mertuanya, tidak kunjung tiba, karena itu dengan inisiatif sendiri, Pangeran Mohammad Aliuddin Aminullah berhasil lepas dari kungkungan pamannya dan melarikan diri ke Tabanio, sebuah pelabuhan perdagangan lada yang terpenting dari kesultanan Banjarmasin. Putera mahkota menjadi bajak laut untuk mengumpulkan kekuatan, dan menanti saat yang baik merebut kembali tahta pamannya. Sementara itu Sultan Tamjidillah pada tahun 1747 membuat kontrak dagang dengan VOC, yang merupakan dasar bagi VOC, untuk mengadakan hubungan dagang dan politik dengan kesultanan Banjarmasin sampai tahun 1787.


Sultan Badarul Alam mangkat dan dimakamkan di Kampung Dalam Pagar, Martapura.

Didahului oleh:
Panembahan Kasuma Dilaga
Sultan Banjar
1730-1734
Diteruskan oleh:
Sultan Sepuh

Referensi

  1. ^ Regnal Chronologies Southeast Asia: the Islands
  2. ^ http://www.scribd.com/doc/152197751/b ab-IV
  3. ^ (Belanda) van Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart 1. D. A. Thieme. hlm. 7. 
  4. ^ http://sinarbulannews.files.wordpress .com/2011/01/silsilah-sultan-adam.jpg
  5. ^ (Indonesia) Saleh, Mohamad Idwar (1993). Pangeran Antasari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. hlm. xv. 

Pranala luar



Sumber :
id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, wiki.kurikulum.org, dsb.