Hasan di Tiro

Tengku Hasan Muhammad di Tiro
JulukanWali,[1] Hasan di Tiro
Lahir25 Agustus 1925
Aceh, Hindia Belanda
Meninggal3 Juni 2010
Banda Aceh, Indonesia
PengabdianGerakan Aceh Merdeka (GAM)
Lama dinas4 Desember 1976 – 27 Desember 2005
PerangPemberontakan di Aceh

Teungku Hasan Muhammad di Tiro (lahir di Pidie, Aceh, 25 September 1925 – meninggal di Banda Aceh, 3 Juni 2010 pada umur 84 tahun) adalah seorang tokoh pendiri Gerakan Aceh Merdeka, sebuah gerakan yang berusaha memperjuangkan kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Gerakan tersebut resmi berdamai lewat perjanjian Helsinki pada 2005 dan melucuti senjata mereka. Hasan dianggap "wali", karena dia adalah keturunan ketiga Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro, pahlawan nasional Indonesia yang berperang melawan Belanda pada 1890an.[2][3]

Kehidupan awal

Berasal dari sebuah keluarga terpadang,[4] dari desa Tiro di Kabupaten Pidie, di Tiro belajar di Yogyakarta dan melawan Belanda saat Revolusi Nasional Indonesia. Ia kemudian melanjutkan belajar di Amerika Serikat dan bekerja paruh waktu di Misi Indonesia untuk PBB. Saat belajar di New York pada 1953, ia mendeklarasikan dirinya sebagai "menteri luar negeri" untuk gerakan pemberontak Darul Islam,[5] yang di Aceh dipimpin Daud Beureueh. Karena aksi ini, ia dicabut kewarganegaraan Indonesia, menyebabkan dia dipenjara di Penjara Ellis Island sebagai warga asing ilegal[5] Pemberontakan Darul Islam di Aceh sendiri berakhir dengan perjanjian damai pada 1962.[6] Dibawah perjanjian damai, Aceh diberikan status otonomi.[7]

Mendirikan GAM

Spanduk ungkapan duka cita di makam Hasan Tiro di Mureu Lamglumpang, Indrapuri, Aceh Besar

Di Tiro kembali muncul di Aceh pada tahun 1974, di mana ia mengajukan tawaran untuk kontrak pipa di pabrik gas baru Mobil Oil yang akan dibangun di daerah Lhokseumawe. Dia dikalahkan oleh Bechtel, dalam proses tender di mana di Tiro berpikir pemerintah pusat memiliki terlalu banyak kontrol terhadap gas di Aceh.[8] Ada klaim yang menyatakan bahwa, sebagai akibat dari kerugian dan kematian saudaranya karena apa yang ia dianggap sebagai kelalaian yang disengaja oleh dokter dari etnis Jawa, di Tiro mulai mengorganisir gerakan separatis menggunakan kenalan lamanya di Darul Islam.

Dia menyatakan organisasinya sebagai Front Pembebasan Nasional Aceh Sumatera, lebih dikenal sebagai Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 4 Desember 1976. Di antara tujuannya adalah kemerdekaan penuh Aceh dari Indonesia. Di Tiro memilih kemerdekaan sebagai salah satu tujuan GAM, bukan otonomi khusus daerah, karena fokus pada sejarah Aceh sebelum masa kolonial Belanda sebagai sebuah negara merdeka. GAM berbeda dari pemberontakan Darul Islam yang berusaha untuk menggulingkan ideologi Pancasila yang sekuler dan menciptakan negara Islam Indonesia berdasarkan syariah. Dalam "Deklarasi Kemerdekaan", ia mempertanyakan hak Indonesia untuk berdiri sebagai negara, karena pada asalnya itu adalah negara multi-budaya berdasarkan kekaisaran kolonial Belanda dan terdiri dari negara-negara sebelumnya yang terdiri atas banyak sekali etnis dengan sedikit kesamaan. Dengan demikian, di Tiro percaya bahwa rakyat Aceh harus memulihkan keadaan pra-kolonial Aceh sebagai negara merdeka dan harus terpisah dari negara Indonesia.[9]

Makam Hasan Tiro berdampingan dengan makam buyutnya, Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman

Karena fokus baru pada sejarah Aceh dan identitas etnik yang berbeda, beberapa kegiatan GAM melibatkan serangan terhadap para transmigran, terutama mereka yang bekerja dengan tentara Indonesia, dalam upaya untuk mengembalikan tanah Aceh untuk masyarakat Aceh. Transmigran etnis Jawa di antara mereka yang paling sering menjadi target, karena banyak di antara mereka yang berhubungan dekat mereka dengan tentara Indonesia. Prinsip militer GAM, bagaimanapun, melibatkan serangan gerilya terhadap tentara dan polisi Indonesia.

Pada tahun 1977, setelah memimpin serangan GAM di mana salah satu insinyur Amerika Serikat tewas dan satu insinyur Amerika lain dan satu insinyur Korea Selatan terluka,[3][5] Hasan diburu oleh militer Indonesia. Ia ditembak di kaki dalam sebuah penyergapan militer, dan melarikan diri ke Malaysia.[5][10]

Dari tahun 1980, di Tiro tinggal di Stockholm, Swedia dan memiliki kewarganegaraan Swedia.[2][11] Selama periode ini Zaini Abdullah, yang menjadi gubernur Aceh pada Juni 2012, adalah salah satu rekan Aceh terdekatnya di Swedia. Setelah tsunami pada bulan Desember 2004, GAM dan pemerintah Indonesia setuju untuk menandatangani perjanjian damai yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia pada Agustus 2005. Menurut ketentuan perjanjian perdamaian, yang diterima oleh pimpinan politik GAM dan disahkan oleh di Tiro, Aceh mendapat status otonomi yang lebih besar. Tak lama setelah itu, sebuah Undang-Undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh disahkan oleh parlemen nasional di Jakarta untuk mendukung pelaksanaan perjanjian damai. Pada bulan Oktober 2008, setelah 30 tahun pengasingan, di Tiro kembali ke Aceh.

Selama konflik, pada tiga kesempatan terpisah pemerintah Indonesia keliru menyatakan bahwa Hasan di Tiro telah meninggal.[12]

Kembali ke Aceh

Pada 11 Oktober 2008, setelah 30 tahun, dia kembali ke Banda Aceh.[13][14] Masalah kesehatannya membuatnya tak berperan aktif dalam percaturan politik Aceh selanjutnya. Dia kembali ke Swedia dua pekan berikutnya.[15]

Setahun kemudian, ia kembali ke Aceh, [16] dan bertahan di sana sampai kematiannya.[17] Pada 2 Juni 2010, Hasan dianugerahi status warga negara oleh pemerintah Indonesia.[18]. Hari berikutnya, ia wafat di rumah sakit di Banda Aceh.[19]

Referensi

  1. ^ Hasan Tiro hospitalized again (Indonesia)
  2. ^ a b "Hasan Tiro visits Aceh's hero graves". The Jakarta Post. Sun, 10/12/2008 11:16 AM. Diakses 2008-10-12. "Sunday schedule was a visit to the grave of Tiro's ancestor Tengku Cik Di Tiro, a national hero" 
  3. ^ a b Marianne Heiberg, Brendan O'Leary, and John Tirman, Editors. Terror, Insurgency, and State: Ending Protracted Conflicts (ed. 2007). hlm. 512. ISBN 978-0-8122-2029-2. 
  4. ^ Williamson, Lucy (07:08 GMT, Sunday, 12 October 2008 08:08 UK). "What role for returning Aceh rebel?". BBC News. Diakses 2008-10-12. "Hasan di Tiro has it all - nationalist credentials, 30 years of exile that have kept him apart from the new party politics." 
  5. ^ a b c d Kenneth Conboy. Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces (ed. November 16, 2002). Equinox Publishing. hlm. 352. ISBN 979-95898-8-6. 
  6. ^ Cornelius van Dijk (Author). Rebellion under the Banner of Islam, the Darul Islam in Indonesia. (ed. 1981). Martinus Nijhoff. 
  7. ^ Michael L.Ross (2007). "Resources and Rebellion in Aceh , Indonesia" (PDF). The World Bank. Diakses 2008-10-11. 
  8. ^ Nessen, William, “Aceh’s National Liberation Movement,” in Veranda of Violence ed. Anthony Reid (Singapore: Singapore University Press, 2006), p. 184
  9. ^ Salinan Deklarasi Kemerdekaan Aceh di Acehnet
  10. ^ "Hasan di Tiro: Acehnese Terrorist". www.library.ohiou.edu. Wed Dec 19 1990 - 14:17:00 EST. Diakses 2008-10-12. "An American worker was reportedly killed and another one wounded by stray bullets in the fighting between our forces and the Indonesian colonialist forces. This was the sort of thing that we have been trying to avoid for months" 
  11. ^ "Aceh's Gam separatists". BBC News. Monday, 24 January 2005, 14:46 GMT. Diakses 2008-10-11. 
  12. ^ "HEAD OF STATE OF ACHEH-SUMATRA". asnlf. 2007. Diakses 2008-10-12. 
  13. ^ "Exiled Aceh leader returns". aljazeera. Saturday, October 11, 2008. Diakses 2008-10-11. 
  14. ^ "Aceh guerrilla leader flies home". BBC News. 04:46 GMT, Saturday, 11 October 2008 05:46 UK. Diakses 2008-10-12. 
  15. ^ Indonesia: Hasan Tiro returns to Sweden
  16. ^ Hasan Tiro arrives in Aceh (Indonesia)
  17. ^ Hasan Tiro hospitalized (Indonesia)
  18. ^ Hasan Tiro an Indonesian citizen again (Indonesia)
  19. ^ Aubrey Belford (June 3, 2010). "Hasan di Tiro, Who Led Indonesia Rebels, Dies at 84". The New York Times. 


Sumber :
id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, wiki.kelas-karyawan.co.id, dsb.