I kara

I kara
Bali vowel I kara.png
Aksara Bali
Huruf LatinI
IASTI
Fonem[i]
UnicodeU+1B07
Warga aksaratalawya

I kara adalah salah satu aksara swara (huruf vokal) dalam sistem penulisan aksara Bali. Aksara ini melambangkan bunyi /i/, sama halnya seperti aksara (i) dalam aksara Dewanagari, huruf I dalam alfabet Latin, atau huruf iota (ι) dalam alfabet Yunani. Jika dialihaksarakan dari aksara Bali ke huruf Latin, maka I kara ditulis "I".

Bentuk

Bentuk huruf I dalam aksara Bali dipengaruhi oleh aksara Jawa, meskipun keduanya berbeda. Bentuk I pendek dalam aksara Bali menyerupai I panjang dalam aksara Jawa.

Aksara JawaAksara Bali
I pendek
Jawa I.pngBali vowel I kara.png
I panjang
Jawa Ii.pngBali vowel I kara-tedung.png

Penggunaan

I kara hanya digunakan apabila menulis bahasa non-Bali[1] (contohnya bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno) dengan menggunakan aksara Bali, atau untuk menulis kata serapan dari bahasa non-Bali dengan menggunakan aksara Bali. Selain itu, digunakan apabila bunyi /i/ bukan peluluhan dari bunyi /hi/.

I kara tidak digunakan apabila menulis kata-kata yang memang berasal dari bahasa Bali, atau bukan bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali. Contoh: ikuh, ibi, icang, inguh, dll. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai aksara Ha yang dapat dibubuhi oleh tanda wulu.

I kara dirgha

I kara
Bali vowel I kara-tedung.png
Aksara Bali
Huruf LatinI
IASTĪ
Fonem[iː]
UnicodeU+1B08
Warga aksaratalawya

I kara yang melambangkan bunyi /i/ panjang (/iː/) disebut I kara dirgha (I panjang; secara harfiah, dirgha berarti panjang) atau I kara matedung (I kara tedung). Bentuknya merupakan gabungan antara tedung dengan I kara biasa (I kara hrasua atau I kara berbunyi pendek). Bila I kara dirgha dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, maka ditulis "ī" menurut IAST.

Namun dalam percakapan berbahasa Bali pada zaman sekarang, pengucapan suara /iː/ ("i" panjang) dengan /i/ ("i" pendek) sudah jarang dibedakan lagi. Dengan kata lain, pengucapannya disamakan, seolah-olah suara panjang dan pendek tidak ada bedanya.[2] Namun apabila menulis lontar, kidung, dan mantra-mantra, aturan mengenai suara panjang dan pendek masih tetap diperhatikan, dan pada saat itulah I kara dirgha digunakan.

Lihat pula

  • Ulu

Catatan kaki

  1. ^ Tinggen, hal. 11.
  2. ^ Tinggen, hal. 7.

Referensi

  • Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
  • Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.


 
Aksara suara
(Vokal)
AA
A kara
II
I kara
UU
U kara
ṚṚ
Ra repa
ḶḶ
La lenga
EE
E kara
OO
O kara
 
Warga Kanthya
(Konsonan
langit-langit belakang
)
 
Warga Talawya
(Konsonan langit-langit)
CaCa
Ca
ChaCha
Ca laca
JaJa
Ja
JhaJha
Ja jera
NyaNya
Nya
ShaSha
Sa saga
 
Warga Murdhanya
(Konsonan
tarik-belakang
)
ṬaṬa
Ta latik
ḌaḌa
Da madu
ṆaṆa
Na rambat
ṢaṢa
Sa sapa
 
Warga Dantya
(Konsonan gigi)
 
Warga Osthya
(Konsonan bibir)
 
Aksara ardhasuara
(Semivokal)
 
 
Pangangge (tanda diakritik)
 
Pangangge suara
(tanda vokalisasi)
 
Pangangge tengenan
 
Pangangge aksara
(tanda semivokalisasi)
 
 
Ceciren ring babawosan (tanda baca)
 


Sumber :
id.wikipedia.org, indonesia-info.net, wiki.program-reguler.co.id, dsb.