U kara

U kara
Bali vowel U kara.png
Aksara Bali
Huruf LatinU
IASTU
Fonem[u]
UnicodeU+1B09
Warga aksaraosthya

U kara adalah salah satu aksara swara (huruf vokal) dalam sistem penulisan aksara Bali. Aksara ini melambangkan bunyi /uː/, sama halnya seperti aksara (u) dalam aksara Dewanagari, huruf U dalam alfabet Latin, atau huruf upsilon (υ) dalam alfabet Yunani. Jika dialihaksarakan dari aksara Bali ke huruf Latin, maka U kara ditulis "U".

Penggunaan

U kara hanya digunakan apabila menulis bahasa non-Bali[1] (contohnya bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno) dengan menggunakan aksara Bali, atau untuk menulis kata serapan dari bahasa non-Bali dengan menggunakan aksara Bali. Contoh kata yang menggunakan U kara (dalam bahasa Bali serapan): umanis, ujar, utama, utara, utsaha, upakara, utpati, dsb.

U kara tidak digunakan apabila menulis kata-kata yang memang berasal dari bahasa Bali, atau bukan bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali. Contohnya antara lain: urab, ujan, ulung, ubet, dll. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai aksara Ha yang dapat dibubuhi oleh tanda suku.

U kara yang dibubuhi oleh tanda ulu candra dianggap aksara suci bagi Dewa Wisnu oleh penganut agama Hindu di Bali. U kara yang dibubuhi ulu candra tersebut dibaca "Ung". Kombinasi antara A kara (Ang) dengan U kara (Ung) dan Ma (Mang) menghasilkan simbol Aum atau Om, simbol yang dikeramatkan oleh umat Hindu.

U kara dirgha

U kara dirgha
Bali vowel U kara-tedung.png
Aksara Bali
Huruf LatinU
IASTŪ
Fonem[u], [uː]
UnicodeU+1B0A
Warga aksaraoshtya

U kara yang melambangkan bunyi /u/ panjang (/uː/) disebut U kara dirgha atau U kara matedung (secara harfiah, dirgha berarti panjang). Bentuknya merupakan gabungan antara tedung dengan U kara biasa (U kara hrasua atau U kara berbunyi pendek). Bila U kara dirgha dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, maka ditulis Ū atau Uu.

Namun dalam percakapan berbahasa Bali zaman sekarang, pengucapan suara /uː/ dengan /u/ sudah jarang dibedakan lagi. Dengan kata lain, pengucapannya disamakan, seolah-olah suara panjang dan pendek tidak ada bedanya.[2] Namun apabila menulis lontar, kidung, dan mantra-mantra, aturan mengenai suara panjang dan pendek masih tetap diperhatikan, dan pada saat itulah U kara dirgha digunakan.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Tinggen, hal. 11.
  2. ^ Tinggen, hal. 7.

Referensi

  • Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
  • Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.


 
Aksara suara
(Vokal)
AA
A kara
II
I kara
UU
U kara
ṚṚ
Ra repa
ḶḶ
La lenga
EE
E kara
OO
O kara
 
Warga Kanthya
(Konsonan
langit-langit belakang
)
 
Warga Talawya
(Konsonan langit-langit)
CaCa
Ca
ChaCha
Ca laca
JaJa
Ja
JhaJha
Ja jera
NyaNya
Nya
ShaSha
Sa saga
 
Warga Murdhanya
(Konsonan
tarik-belakang
)
ṬaṬa
Ta latik
ḌaḌa
Da madu
ṆaṆa
Na rambat
ṢaṢa
Sa sapa
 
Warga Dantya
(Konsonan gigi)
 
Warga Osthya
(Konsonan bibir)
 
Aksara ardhasuara
(Semivokal)
 
 
Pangangge (tanda diakritik)
 
Pangangge suara
(tanda vokalisasi)
 
Pangangge tengenan
 
Pangangge aksara
(tanda semivokalisasi)
 
 
Ceciren ring babawosan (tanda baca)
 


Sumber :
id.wikipedia.org, indonesia-info.net, wiki.program-reguler.co.id, dsb.