Syeikh Muhammad Saleh Al-Minankabawi

Syeikh Muhammad Saleh Al-Minankabawi adalah seorang ulama terkemuka dari Sumatera Barat. Mengenai ulama yang berasal dari Minangkabau ini, masih terdapat beberapa hal yang masih simpang siur. Terdapat dua nama mengenai orang tuanya, yaitu Abdullah dan Muhammad Thaiyib. Ayahnya yang bernama Abdullah digunakan pada tiga buah karyanya yang telah ditemukan. Nama Muhammad Thaiyib pula digunakan sewaktu ia menjadi Syeikh al-Islam Perak Darul Redzuan. Syeikh Muhammad Saleh dilahirkan di Kampung Tungkar, Luak Tanah Datar, Sumatera Barat. Salah satu muridnya bernama Muhammad Saleh Mandahiling, penulis buku biografinya yang menyebut bahawa Syeikh Muhammad Saleh lahir kira-kira pada tahun 1266 Hijriyah. Terdapat keraguan pada tahun anggapan tersebut, karena beberapa fakta bertentangan dengan jalan sejarah yang ada hubungan dengannya. Syeikh Muhammad Saleh meninggal dunia pada 17 Dzulkaidah 1351 Hijriyah /12 Maret 1933 di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam buku muridnya itu diceritakan bahwa Syeikh Muhammad Saleh bersahabat dengan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau (lahir 1276 Hijriyah), Syeikh Mukhtar Jawa/Bogor (lahir 1278 Hijriyah) dan Syeikh Nawawi Bantan (1230 Hijriyah). Berdasarkan perbandingan tahun kelahiran ulama-ulama yang tersebut dengan kelahiran Syeikh Muhammad Saleh (1266 Hijriyah) itu, terdapat kesimpulan bahwa Syeikh Muhammad Saleh bukan sahabat Syeikh Nawawi Bantan tetapi ia adalah muridnya. Kelahirannya yang diasumsikan tahun 1266 Hijriyah itu masih perlu dikaji ulang, sekurang-kurangnya agak berdekatan dengan tahun kelahiran Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau (1276 Hijriyah) dan Syeikh Mukhtar Jawa/Bogor (1278 Hijriyah) itu.

Pendidikan

Syeikh Muhammad Saleh berangkat ke Mekkah sejak berumur 6 tahun mendapat pendidikan dari orang tuanya, Syeikh Muhammad Thaiyib (atau Syeikh Abdullah), seorang Syeikh haji di Mekah. Ia sempat belajar kepada ulama-ulama besar Mekah yang terkenal, yaitu :

  • Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan
  • Syeikh Abu Bakar Syatha
  • Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki
  • Syeikh Abdul Hamid asy-Syarwani
  • Saiyid Umar Ba Junaid
  • Saiyid Muhammad Said Babshail, dan
  • Saiyid Abdullah Zawawi.

Dalam buku biografinya tidak disebut seorang pun gurunya yang berasal dari dunia Melayu secara jelas, tetapi memperhatikan jalan ceritanya, Syeikh Muhammad Saleh juga belajar kepada ulama-ulama dunia Melayu yang terkenal di Mekkah pada zaman itu. Diceritakan dalam buku itu bahwa sewaktu Syeikh Muhammad Saleh akan memperdalam ilmu falak bersama beberapa orang kawannya. Kawan-kawannya hanya belajar empat kali saja kerana guru tersebut terlalu keras. Nama guru falak yang diceritakan dalam buku itu tidak dinyatakan. Syeikh Muhammad Saleh sempat menyelesaikan pelajarannya dari guru yang keras itu. Demi lebih memahami ilmu tersebut, ia belajar pula kepada seorang pemuda yang berusia 16 tahun, juga tidak disebut namanya.Daripada cerita di atas penulis berpendapat kemungkinan yang dimaksudkan guru falak yang terlalu keras itu ialah Syeikh Ahmad al-Fathani. Sedangkan pemuda ahli falak yang berusia 16 tahun itu, ialah Syeikh Muhammad Nur al-Fathani.

Pengembaraan dan Aktivitas

Setelah belajar selama 17 tahun di Mekkah, Syeikh Muhammad Saleh pulang ke Minangkabau. Selama kira-kira empat tahun di Minangkabau, digunakan untuk mengembara ke segenap pelosok wilayah itu, dan pada waktu-waktu tertentu membantu gurunya, Syeikh Muhammad Jamil mengajar. Pengembaraan di Minangkabau dimanfaatkannya pula berdakwah dan mengajar melalui pembacaan kitab, melalui kitab berbahasa Arab maupun bahasa Melayu. Sewaktu berada di Minangkabau selama empat tahun itu, Syeikh Muhammad Saleh berkesempatan pula belajar ilmu persilatan dan beberapa jenis ilmu hikmat untuk pertahanan diri yang diperlukan pada zaman itu. Diceritakan bahawa dalam ilmu persilatan, ia telah mencapai tingkat seorang pendekar. Dalam ilmu pengobatan, ia berkemampuan pula mengobati berjenis-jenis penyakit. Syeikh Muhammad Saleh berangkat lagi ke Mekkah karena ia merasa ilmunya masih kurang dalam bidang-bidang tertentu, seperti ilmu falakiyah, ilmu manthiq, ilmu tafsir dan lain-lain. Setelah beberapa tahun belajar dan mengajar di Mekkah, sahabat dan muridnya, Engku Kudin, putra Raja Deli-Serdang mengajak ia menyebarkan Islam di kerajaan di Sumatera Timur itu. Selesai menunaikan haji tahun 1309 Hijriyah /1892 Masehi, Syeikh Muhammad Saleh bersama jemaah haji menaiki kapal dari Jeddah ke Pulau Pinang. Selanjutnya Syeikh Muhammad Saleh mengembara di seluruh Semenanjung Tanah Melayu, mulai Pulau Pinang, Perak, Selangor, Pahang, Terengganu dan Johor. Kemana saja ia pergi, ia terus mendapat sambutan bukan hanya rakyat jelata tetapi juga para sultan setiap kerajaan tersebut. Dari pergaulan dengan sultan-sultan Melayu, Syeikh Muhammad Saleh berkesimpulan bahwa Sultan Abdur Rahman Mu'azzam Syah, Sultan Riau-Lingga adalah sultan yang paling garang. Ia mementingkan keindahan pakaian dan perhiasan serta menyukai kelazatan makanan dan minuman. Sultan Abu Bakar, Sultan Johor, adalah sultan yang cerdik, mengasihi rakyat dan mengutamakan kepentingan kerajaannya. Sultan Zainal Abidin III, Sultan Terengganu, adalah sultan yang sangat dalam pengetahuan Islamnya dan sangat bertakwa kepada Allah.

Hakim di Kerajaan Riau-Lingga

Sebelum Syeikh Muhammad Saleh menjadi Syeikh al-Islam Perak, ia pernah memegang jabatan Hakim di kerajaan Riau-Lingga. Pelantikan ia sebagai Hakim Riau-Lingga adalah atas kehendak Yam Tuan Muda Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi.Sebab Syeikh Muhammad Saleh diminta oleh Yam Tuan Muda Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi menjadi Hakim Riau-Lingga adalah untuk menjaga kewibawaan putera baginda, Sultan Abdur Rahman Mu'azzam Syah, Sultan Riau-Lingga ketika itu. Yam Tuan Muda Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi dalam beberapa tahun merasa gelisah kerana beberapa perkara di mahkamah banyak yang tidak dapat diselesaikan. Ada yang tertunda sekurang-kurangnya tiga tahun. Syeikh Muhammad Saleh dapat menyelesaikannya, ia adalah seorang ulama yang bijaksana, amanah. Semuanya dapat ia selesaikan. Syeikh Muhammad Saleh terpaksa berpindah dari Riau, Pulau Penyengat ke Pulau Lingga untuk menjalankan tugasnya sebagai Hakim. Sewaktu Syeikh Muhammad Saleh memegang jabatan Hakim Riau-Lingga itulah salah seorang Kerabat Diraja Kerajaan Perak bernama Engku Raja Mahmud atau digelar dengan Imam Paduka Tuan Perak mengenalinya. Engku Raja Mahmud mengagumi kebijaksanaan Syeikh Muhammad Saleh dalam menyelesaikan pelbagai isu, lagipula ulama yang berasal dari Minangkabau itu dapat menggabungkan pengetahuan yang bercorak duniawi dan ukhrawi. Dengan bermacam-macam cara Engku Raja Mahmud membujuk ulama itu supaya bekerja di negerinya di Perak Darul Redzuan.

Menjadi Syeikh al Islam

Engku Raja Mahmud akhirnya berhasil mengajak Syeikh Muhammad Saleh berpindah ke Perak setelah dua tahun ia bertugas sebagai Hakim di Riau-Lingga. Manakala Engku Raja Mahmud kembali ke Perak, ia dilantik menjadi Kadi Besar Kerajaan Perak. Syeikh Muhammad Saleh mulai mengajar pelbagai kitab-kitab Islam terutama kitab-kitab Melayu/Jawi di Kuala Kangsar pada tahun 1318 Hijriyah /1900 Masehi. Sejak awal kedatangannya di Kuala Kangsar, ia telah mendapat restu Sultan Idris, Sultan Perak Darul Redzuan ketika itu. Selain mengajar kitab untuk pengajian orang tua-tua, Syeikh Muhammad Saleh juga berhasil mendirikan Madrasah Ihsaniyah yang menurut sistem pendidikan persekolahan di Teluk Anson. Cita-cita Sultan Perak untuk melantik seorang Syeikh al-Islam bermula tahun 1922 Masehi, namun secara rasminya Syeikh Muhammad Saleh al-Minankabawi memegang jabatan itu pada 6 Jumadil akhir 1343 Hijriyah / 1 Januari 1925 Masehi.

Karya-Karya

  • Mawa'izhul Badi'ah, diselesaikan pada 24 Muharam 1335 Hijrah. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 1344 Hijrah. Kandungannya merupakan nasihat dan akhlak yang diringkaskan dari Mawa'izhul Badi'ah karya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri.
  • Kasyful Asrar, diselesaikan pada hari Selasa, 27 Safar 1344 Hijriyah. Cetakan yang pertama hingga cetakan yang ke 29 oleh Maktabah wa Mathba'ah Al-Ahmadiah, Singapura. Kandungannya membicarakan tentang tasawuf haqiqat atau tasawuf falsafi. Karya ini pernah ditahqiq oleh Syeikh Haji Muhammad Wali al-Khalidi dengan judul Tanwirul Anwar fi Izhhari Khalal ma fi Kasyfil Asrar, diterbitkan oleh Al-Maktabatut Taufiqiyah, Jalan Perdagangan No. 4 Atas, Banda Aceh. Kasyful Asrar juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Menyingkap Rahasia Agama dan Tasawuf, diterbitkan oleh Yayasan Dakwah Islam, Surabaya.
  • Jalan Kematian, diselesaikan 14 Jumadil akhir 1344 Hijriyah. Dicetak pada bagian akhir Kasyfur Asrar oleh Maktabah wa Mathba'ah Al-Ahmadiah, Singapura.
  • Nashihatul Mubtadi, tanpa tanggal. Cetakan yang pertama oleh Maktabah wa Mathba'ah Al-Ahmadiah, 1346 Hijriyrah/1927 Masehi. Kandungannya merupakan berbagai nasihat ke arah keteguhan pegangan dalam beragama Islam dan iman.

Murid-Murid

Murid ia sangat banyak di seluruh Semenanjung, di antaranya termasuk Sultan Iskandar Syah, Sultan Perak. Yang pernah menulis riwayat hidup ia ialah murid yang lama berhubungan dengannya, ia adalah Muhammad Saleh Mandahiling, Tapanuli. Buku tersebut diberi judul Izalatul Hairan fi Qshshah Syaikhil Islam Darir Ridhwan, judul dalam bahasa Melayu adalah Menghilangkan Kehairanan Pada Menyatakan Cerita Syeikhul Islam Perak Darul Redzuan.

Pranala luar

 
Abad ke-3 H
Imam Asy-Syafi'i (wafat 204 H)  • Imam Ahmad (wafat 241 H)  • Imam Bukhari (wafat 256 H)  • Imam Abu Dawud (wafat 275 H)  • Imam At-Tirmidzi (wafat 279 H)  • Syeikh Juneid al-Bagdadi (wafat 298 H)
 
Abad ke-4 H
Imam An-Nasa'i (wafat 303 H)  • Abu Hasan al Asy'ari (wafat 324 H)  • Ibnul Haddad (wafat 345 H)  • Ar-Razi (wafat 347 H)  • Ibnul Qathan (wafat 359 H)  • Ibnul Bahran (wafat 361 H)  • Al-Qaffal al-Kabir (wafat 366 H)  • Ad-Daruquthni (wafat 385 H)  • Al-Isma'ili (wafat 392 H)  • Al-Qadhi Al-Jurjani (wafat 392 H)  • As-Susi (wafat 396 H)  • Ibnu Laal (wafat 398 H)
 
Abad ke-5 H
Al-Lalika'i (wafat 416 H)  • Al-Mawardi (wafat 450 H)  • Imam Al-Baihaqi (wafat 458 H)
 
Abad ke-6 H
Imam Al-Ghazali (wafat 505 H)  • Imam Al-Baghawi (wafat 516 H)  • Ibnu Asakir (wafat 576 H)  • Abu Syuja (wafat 593 H)
 
Abad ke-7 H
Al-Mundziri (wafat 656 H)  • Imam An-Nawawi (wafat 676 H)  • Imam Ar-Rafi'i (wafat 623 H)  • Ibnu Malik (wafat 672 H)  • Al-Baidlawi (wafat 691 H)
 
Abad ke-8 H
Ibnu Katsir (wafat 774 H)  • Ibnu Daqiq al-Ied (wafat 702 H)  • Quthbuddin asy-Syirazi (wafat 710 H)  • Taqiyuddin as-Subki (wafat 756 H)  • Az-Zarkasyi (wafat 794 H)
 
Abad ke-9 H
Ibnu Al-Mulaqqin (wafat 804 H)  • Ibnu Ruslan (wafat 844 H)  • Ibnu Hajar Al 'Asqalani (wafat 852 H)  • Jalaluddin al-Mahalli (wafat 864 H)  • Imamul Kamiliyah (wafat 874 H)
 
Abad ke-10 H
Jamaluddin An-Nasyiri (wafat 911 H)  • Imam As-Suyuthi (wafat 911 H)  • Jalaluddin al-Karaki (wafat 912 H)  • Ibnu Abi Syarif (wafat 923 H)  • Abul Fatah al-Mishri (wafat 963 H)  • Hasanuddin (wafat 964 H)  • Ibnu Qassim al-'Ubaidi (wafat 994 H)  • Mirza Makhdum (wafat 995 H)
 
Abad ke-11 H
Nuruddin al-Raniri (wafat 1068 H)  • Syamsuddin as-Syaubari (wafat 1069 H)  • Syihabuddin al-Qaliyubi (wafat 1070 H)  • Abdul Birri al-Ajhuri (wafat 1070 H)  • Al-'Urdli (wafat 1071 H)  • Ibnu Jamal al-Makki (wafat 1072 H)  • Al-Qinai (wafat 1073 H)  • Ibrahim al-Marhumi (wafat 1073 H)  • Muhammad al-Bathini (wafat 1075 H)  • Muhammad al-Kurani (wafat 1078 H)  • Ibrahim al-Maimuni (wafat 1079 H)  • Abdul Qadir as-Shafuri (wafat 1081 H)  • Ibnu Jam'an (wafat 1083 H)  • Ibrahim al-Khiyari (wafat 1083 H)  • Al Kurdi (wafat 1084 H)  • 'Al al-Ayyubi (wafat 1086 H)  • Muhammad al-Bakri (wafat 1087 H)  • Abdul Rauf al-Fanshuri (wafat 1094 H)
 
Abad ke-12 H
Abdullah bin Alawi al-Haddad (wafat 1123 H)  • Muhammad al-Kurani (wafat 1145 H)  • Al 'Ajaluni (wafat 1148 H)  • Hasan al-Bani (wafat 1148 H)  • As-Safar Jalani (wafat 1150 H)  • Ad-Diri (wafat 1151 H)  • As-Suwaidi (wafat 1143 H)  • Zainuddin ad-Dirbi (wafat 1155 H)  • Al-Busthami (wafat 1157 H)  • Athaulah al-Azhari (wafat 1161 H)
 
Abad ke-13 H

Abdus Shamad al-Falimbani (wafat 1203 H)  • Muhammad Arsyad al-Banjari (wafat 1227 H)  • Al-Yamani (wafat 1201 H)  • Ahmad al-Khalifi (wafat 1209 H)  • Al-Baithusyi (wafat 1211 H)  • At-Takriti (wafat 1211 H)  • Ibnu Jauhari (wafat 1215 H)  •

Ad-Damanhuri (wafat 1221 H)  •
 
Abad ke-14 H
Nawawi al-Bantani (wafat 1315 H)  • Ahmad Khatib al-Minangkabawi (wafat 1334 H)  • Muhammad Saad Munqa (wafat 1339 H)  • Syeikh Muhammad Saleh al-Minankabawi (wafat 1351 H)  • Syeikh Khatib 'Ali (wafat 1353 H)  • Muhammad Jamil Jaho (wafat 1360 H)  • Hasjim Asy'ari (wafat 1367 H)  • Abdul Wahid Tabek Gadang (wafat 1369 H)  • Musthafa Husein al-Mandili (wafat 1370 H)  • Dimyathi Syafi'ie (wafat 1378 H)  • Abdul Qadir bin Abdul Mutalib al-Mandili (wafat 1385 H)  • Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (wafat 1388 H)  • Habib Salim bin Djindan (wafat 1389 H)  • Sulaiman ar-Rasuli (wafat 1390 H)  • Abdul Wahab Hasbullah (wafat 1391 H)  • Al-Habib Ali bin Husein al-Attas (wafat 1396 H)
 
Abad ke-15 H

Syeikh Muhammad Yasin al-Fadani (wafat 1410 H)  • Muhammad Zaini Abdul Ghani (wafat 1426 H)  • Al-Habib Munzir bin Fuad al-Musawa (wafat 1434 H)  • Sahal Mahfudz (wafat 1435 H)  •

 
Cetak tebal adalah yang sangat terkemuka di zamannya, metode penentuan abad seorang ulama dengan tahun wafatnya, Lihat Panduan Penggunaan


Sumber :
civitasbook.com (Ensiklopedia), wiki.ggkarir.com, id.wikipedia.org, dsb.