Penerimaan Mahasiswa Baru Kelas Malam, Kelas Online, Kelas Karyawan

Cari di Buku Pengetahuan Indonesia   
Indeks Artikel: A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 +.- Daftar isi | Manual book
Artikel sebelumnya  (Timur)(TipitakaArtikel berikutnya

Tiongkok

Penulisan Tiongkok - 中国Penulisan Tiongkok - 中国
Penulisan Tiongkok - 中国

Tiongkok (中国) adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang digunakan untuk merujuk pada Cina sebagai negara. Istilah Tiongkok dan Tionghoa (中華) berasal dari dialek Hokkian. Secara linguistik istilah Tiongkok dan Tionghoa hanya ada di dalam bahasa Indonesia[1] dan bahasa Tionghoa dialek Min Nan dan dalam bahasa-bahasa lain terdapat pula varian-variannya (bahasa Jepang: Chūgoku/Chūka ; bahasa Korea: Jungguk, Chungguk/Junghwa, Chunghwa; bahasa Vietnam: Trung Quốc/Trung Hoa; bahasa Tibet: Krung-go; bahasa Uighur: Junggo ; bahasa Zhuang: Cunghgoz)

Daftar isi

Kronologi istilah Tiongkok di Indonesia

Istilah Tiongkok dan Tionghoa di Indonesia diperkirakan pertama kali digunakan sekitar akhir abad ke-19 dan merupakan transliterasi Chung Kuo dan Chung Hwa. Pada tahun 1901 di Indonesia didirikan organisasi Tiong Hoa Hwee Koan terpengaruh gerakan pembaruan di daratan Cina. Organisasi internasional ini dipimpin oleh Kang Youwei dan Liang Qichao, dan di Indonesia dipimpin oleh Phoa Keng Hek di Jakarta dengan tujuan antara lain mengembangkan adat-istiadat dan tradisi Tionghoa sesuai ajaran-ajaran Kong Hu Cu dan mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama di bidang tulis-menulis dan bahasa. Penggunaan kata Tionghoa juga terpengaruh gerakan Dr. Sun Yatsen untuk meruntuhkan Dinasti Qing dan menggantinya dengan "Chung Hwa Min Kuo" atau "Republik Tiongkok". Sejak saat itu orang Tionghoa-Indonesia menyebut dirinya orang Tionghoa, yang diserap dari bahasa Tionghoa, dialek Hokkian, dan menolak disebut "Cina" (pada waktu itu ditulis "Tjina") yang sudah digunakan terlebih dahulu dan berkonotasi negatif, yang diserap dari bahasa-bahasa Eropa dan bahasa Jepang.

Tahun 1928, Soekarno yang merasa berutang budi kepada masyarakat Tionghoa karena koran-korannya banyak memuat tulisan Soekarno, sepakat mengganti sebutan "Cina" dengan Tionghoa. Koran Sin Po adalah koran pertama yang mengganti sebutan "Hindia Belanda" dengan Indonesia pada setiap penerbitannya, dan juga koran pertama yang memuat teks lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman.

Tahun 1945 di dalam teks penjelasan UUD 1945 Bab X Tentang Warganegara tercantum istilah Tionghoa, bukan "Cina".

Tahun 1948 di masa pemerintahan Presiden Soekarno selepas kemerdekaan, Indonesia mengalami keadaan genting menyangkut keberadaan dan penamaan "Cina" dan "Tionghoa". Meletusnya pemberontakan PKI di Madiun disinyalir mendapat dukungan dari Partai Komunis Cina, beberapa orang Tionghoa-Indonesia pun mendukungnya, meskipun dalam jumlah yang kecil. Karena adanya benturan politik antara kaum nasionalis dan komunis, akibatnya secara umum orang Tionghoa-Indonesia dijadikan kambing hitam dan dikait-kaitkan dengan kegiatan komunisme. Semua itu terus berlangsung sampai jatuhnya Pemerintahan Presiden Soekarno, digantikan rezim Orde Baru [2].

Pelarangan nama Tiongkok sebagai negara

Tahun 1948 menilik dari perkembangan politik yang kian pelik, munculah larangan tak resmi penggunaan istilah Tionghoa karena istilah ini digunakan oleh Partai Komunis Indonesia.[3]

Tahun 1959 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1959 yaitu larangan dagang bagi semua orang asing (termasuk orang dengan kewarganegaraan Cina (atau Tiongkok sebutan saat itu)) di Daerah Tingkat II.

Tahun 1959 orang Tionghoa-Indonesia dihadapkan pada pilihan antara menjadi warga negara Tiongkok atau warga negara Indonesia karena Indonesia tidak mengenal sistem kewarganegaraan ganda. Konflik ini kemudian meluas dengan puncaknya peristiwa rasialisme pada 10 Mei 1963 di Bandung dan merambat ke beberapa kota lainnya seperti di Garut 17 Mei 1963 dan kembali terjadi di kota Bandung 5 Agustus 1973. (Lihat pula Kronologi SBKRI)

Tahun 1965 terjadi pemberontakan PKI (G30S/PKI) dan kecurigaan akan dukungan RRC (yang kala itu disebut sebagai Republik Rakyat Tiongkok (RRT)) yang akhirnya menggulingkan Presiden Soekarno.

Tahun 1967 pemerintahan Orde Baru pada di bawah pemerintahan Presiden Soeharto dalam salah satu tindakan pertamanya mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang segala kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat-istiadat Cina dilakukan di Indonesia, pengubahan sebutan kata Tionghoa-Tiongkok menjadi Cina dan mengubah sebutan negara Republik Rakyat Tiongkok menjadi Republik Rakyat Cina, serta Taiwan yang dengan nama Republik Cina. Tahun itu pula dikeluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 yang sarat dengan muatan politis untuk membenarkan perubahan istilah Tiongkok/Tionghoa menjadi "Cina"[4]

Pemerintah Republik Rakyat Cina adalah salah satu pihak yang menyatakan keberatannya atas pemakaian istilah Cina di dalam bahasa Indonesia untuk merujuk kepada negara tersebut. Mereka keberatan dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang dikeluarkan oleh pemerintahan Soeharto yang dinilai memulihkan istilah yang mengandung konotasi negatif, dan bukan sebaliknya seperti yang digunakan sebagai alasan di dalam Surat Edaran Nomor 06 Tahun 1967.

Tahun 1978 diterbitkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286 Tahun 1978[5]. Pemerintah Indonesia melalui Bakin mengawasi gerak-gerik orang Tionghoa-Indonesia melalui sebuah badan yang bernama Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC) dengan alasan untuk mengawasi masalah komunisme.

Pemulihan istilah dan keberatan penggunaan istilah Cina

  • Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 dicabut dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 [6] namun Keputusan Presidium Kabinet Nomor 127 Tahun 1966 maupun Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 tidak turut dicabut, hingga tahun 2004 sebagian pihak dari etnis Tionghoa yang beranggapan bahwa istilah Tiongkok/Tionghoa yang seharusnya digunakan masih memperjuangkan dicabutnya surat edaran ini [7][8].
  • Pemerintah Cina sendiri menggunakan perujukan negara, pribadi, suku, atau ras menggunakan istilah China dan Tiongkok silih berganti dalam situs kedutaan besar Cina di Indonesia [9]. Contohnya dengan tetap menggunakan nama "Laut China Selatan".
  • Pada umumnya orang atau etnis Tionghoa yang hidup di Indonesia sejak lama, namun tidak keberatan dan tidak terganggu dengan penggunaan istilah "Cina", merekalah yang efektif menyuarakan pergantian istilah etnis Tionghoa menolak penggunaan istilah "Cina"[10]. Namun kata Tiongkok sendiri sebagai negara tidak banyak kontroversi dan hanya dipermasalahkan oleh Pemerintah Cina. Menurut Dr. Abdullah Dahana dari Universitas Indonesia tidak masalah kedua istilah ini digunakan secara bergantian[11].

.


Catatan kaki

  1. ^ Indonesia Media Online: Cina atau Tionghoa
  2. ^ Blog Lembaga Kajian Agama dan Sosial: Cina, China, dan Tionghoa oleh Benny G. Setiono, Pengamat Sosial dan Politik
  3. ^ oer, Pramoedya Ananta, Hoa Kiauw di Indonesia.
  4. ^ Cina atau Tionghoa
  5. ^ Masyarakat Cina di Indonesia
  6. ^ Pemerintah Indonesia Keppress 2000
  7. ^ Forum Budaya Tionghoa Petisi pencabutan surat edaran
  8. ^ (Inggris) The Politics of the Word "China", "The learner's dictionary of today's Indonesian"
  9. ^ Situs resmi kedubes RRT
  10. ^ Pernyataan survei terbatas yang dilakukan oleh Metro TV dalam acara Padamu Negeri, organisasi INTI dan Jaringan Muda Tionghoa
  11. ^ Untitled: terbitan Tionghoa Atau Cina, Di Era Reformasi

Lihat pula



Sumber :
wiki.ptkpt.net, id.wikipedia.org, ensiklopedia.web.id, dsb.