Penerimaan Mahasiswa Baru Kelas Malam, Kelas Online, Kelas Karyawan

Cari di Ensiklopedia Berbahasa Indonesia   
Indeks Artikel: A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 +.- Daftar isi | Manual book
Artikel sebelumnya  (Kabupaten Tulang Bawang)(Kabupaten WakatobiArtikel berikutnya

Kabupaten Wajo

Kabupaten Wajo
Lambang Kabupaten Wajo.png
Lambang Kabupaten Wajo
Motto: Maradeka Towajoe Adena Napopuang


-
Peta lokasi Kabupaten Wajo
Koordinat: -
ProvinsiSulawesi Selatan
Dasar hukum-
Tanggal-
Ibu kotaSengkang
Pemerintahan
 - BupatiDrs. Andi Burhanuddin Unru, MM
 - APBD-
 - DAURp. 592.275.827.000.-(2013)[1]
Luas2.056,19 km2
Populasi
 - Total380.000 jiwa Templat:Per 2010
 - Kepadatan184,81 jiwa/km2
Demografi
 - Kode area telepon0485
Pembagian administratif
 - Kecamatan14
 - Kelurahan176
 - Situs webhttp://www.wajokab.go.id/

Kabupaten Wajo adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sengkang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.056,19 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 400.000 jiwa. Bupati Wajo saat ini adalah Drs. Andi Burhanuddin Unru, MM.

Daftar isi

Sejarah

Pembentukan Kerajaan Wajo

Wajo berarti bayangan atau bayang-bayang (wajo-wajo). Kata Wajo dipergunakan sebagai identitas masyarakat sekitar 605 tahun yang lalu yang menunjukkan kawasan merdeka dan berdaulat dari kerajaan-kerajaan besar pada saat itu.

Di bawah bayang-bayang (wajo-wajo, bahasa Bugis, artinya pohon bajo) diadakan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin adat dan bersepakat membentuk Kerajaan Wajo. Perjanjian itu diadakan di sebuah tempat yang bernama Tosora yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan Wajo.

Ada versi lain tentang terbentuknya Wajo, yaitu kisah We Tadampali, seorang putri dari Kerajaan Luwu yang diasingkan karena menderita penyakit kusta. Beliau dihanyutkan hingga masuk daerah Tosora. Kawasan itu kemudian disebut Majauleng, berasal dari kata maja (jelek/sakit) oli' (kulit). Konon kabarnya beliau dijilati kerbau belang di tempat yang kemudian dikenal sebagai Sakkoli (sakke'=pulih; oli=kulit) sehingga beliau sembuh.

Saat beliau sembuh, beserta pengikutnya yang setia ia membangun masyarakat baru, hingga suatu saat datang seorang pangeran dari Bone (ada juga yang mengatakan Soppeng) yang beristirahat di dekat perkampungan We Tadampali. Singkat kata mereka kemudian menikah dan menurunkan raja-raja Wajo. Wajo adalah sebuah kerajaan yang tidak mengenal sistem to manurung sebagaimana kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan pada umumnya. Tipe Kerajaan Wajo bukanlah feodal murni, tetapi kerajaan elektif atau demokrasi terbatas.

Perkembangan Kerajaan Wajo

Dalam sejarah perkembangan Kerajaan Wajo, kawasan ini mengalami masa keemasan pada zaman La Tadampare Puang Ri Maggalatung Arung Matowa, yaitu raja Wajo ke-6 pada abad ke-15. Islam diterima sebagai agama resmi pada tahun 1610 saat Arung Matowa Lasangkuru Patau Mula Jaji Sultan Abdurrahman memerintah. Hal itu terjadi setelah Gowa, Luwu dan Soppeng terlebih dahulu memeluk agama Islam.

Pada abad ke-16 dan 17 terjadi persaingan antara Kerajaan Makassar (Gowa Tallo) dengan Kerajaan Bugis (Bone, Wajo dan Soppeng) yang membentuk aliansi tellumpoccoe untuk membendung ekspansi Gowa. Aliansi ini kemudian pecah saat Wajo berpihak ke Gowa dengan alasan Bone dan Soppeng berpihak ke Belanda. Saat Gowa dikalahkan oleh armada gabungan Bone, Soppeng, VOC dan Buton, Arung Matowa Wajo pada saat itu, La Tenri Lai To Sengngeng tidak ingin menandatangani Perjanjian Bungayya.

Akibatnya pertempuran dilanjutkan dengan drama pengepungan Wajo, tepatnya Benteng Tosora selama 3 bulan oleh armada gabungan Bone, dibawah pimpinan Arung Palakka.

Setelah Wajo ditaklukkan, tibalah Wajo pada titik nadirnya. Banyak orang Wajo yang merantau meninggalkan tanah kelahirannya karena tidak sudi dijajah.

Hingga saat datangnya La Maddukkelleng Arung Matowa Wajo, Arung Peneki, Arung Sengkang, Sultan Pasir, beliaulah yang memerdekakan Wajo sehingga mendapat gelar Petta Pamaradekangngi Wajo (Tuan yang memerdekakan Wajo).

Kontroversi

Arung Matowa Wajo masih kontroversi, yaitu:

Versi pertama, pemegang jabatan Arung Matowa adalah Andi Mangkona Datu Soppeng sebagai Arung Matowa Wajo ke-45, setelah beliau terjadi kekosongan pemegang jabatan hingga Wajo melebur ke Republik Indonesia.

Versi kedua hampir sama dengan yang pertama, tetapi Ranreng Bettempola sebagai legislatif mengambil alih jabatan Arung Matowa (jabatan eksekutif) hingga melebur ke Republik Indonesia.

Versi ketiga, setelah lowongnya jabatan Arung Matowa maka Ranreng Tuwa (H.A. Ninnong) sempat dilantik menjadi pejabat Arung Matowa dan memerintah selama 40 hari sebelum kedaulatan Wajo diserahkan kepada Gubernur Sulawesi saat itu, yaitu Bapak Ratulangi.

Demikianlah sejarah Wajo hingga melebur ke Republik Indonesia, kemudian ditetapkan sebagai sebuah kabupaten sampai saat ini.

Kecamatan

Kabupaten Wajo dulunya terdiri dari 10 kecamatan, akan tetapi sejak tahun 2000 terjadi pemekaran hingga saat ini terdapat 14 kecamatan, yaitu:

  1. Belawa
  2. Bola
  3. Gilireng
  4. Keera
  5. Majauleng
  6. Maniang Pajo
  7. Pammana
  8. Penrang
  9. Pitumpanua
  10. Sabbang Paru
  11. Sajoanging
  12. Takkalalla
  13. Tana Sitolo
  14. Tempe

Referensi

  1. ^ "Perpres No. 10 Tahun 2013". 2013-02-04. Retrieved 2013-02-15. 
Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan
 
Kecamatan
Belawa • Bola • Gilireng • Keera • Majauleng • Maniang Pajo • Pammana • Penrang • Pitumpanua • Sabbang Paru • Sajoanging • Takkalalla • Tana Sitolo • Tempe
Lambang Kabupaten Wajo
 
Pusat pemerintahan: Kota Makassar
 
Kabupaten
Bantaeng  • Barru  • Bone  • Bulukumba  • Enrekang  • Gowa  • Jeneponto  • Kepulauan Selayar  • Luwu  • Luwu Timur  • Luwu Utara  • Maros  • Pangkajene dan Kepulauan  • Pinrang  • Sidenreng Rappang  • Sinjai  • Soppeng  • Takalar  • Tana Toraja  • Toraja Utara  • Wajo
Lambang Provinsi Sulawesi Selatan
 
Kota
 


Sumber :
wiki.kelas-karyawan.co.id, id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, dsb.